Kamis, 16 Januari 2014
Kompensasi
KOMPENSASI
A.
Faktor-Faktor
Penting yang Mempengaruhi Kebijakan Kompensasi
Faktor-faktor
tertentu yang diakui sangat mempengaruhi keputusan akhir mengenai jumlah gaji
dalam nilai uang. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1. Permintaan
dan Penawaran atas Keterampilan-keterampilan Karyawan
Analisis terhadap
pengaruh permintaan dan penawaran tenaga kerja atas upah terlalu sederhana dan
mengabaikan kerumitan dalam menentukan tingkat upah. Tidaklah praktis untuk
menggambarkan kurva-kurva permintaan dan penawaran untuk setiap pekerjaan dalam
suatu organisasi, walaupun, secara teoritis, terdapat suatu kurva yang terpisah
untuk setiap pekerjaan. Tetapi pada umumnya, jika ada sesuatu yang
mengakibatkan penurunan penawaran tenaga kerja, seperti misalnya pembatasan
oleh serikat buruh tertentu, akan terdapat kecenderungan untuk meningkatkan
kompensasi. Jika ada sesuatu yang mengakibatkan peningkatan permintaan majikan
akan tenaga kerja, seperti misalnya kemakmuran masa perang, akan terdapat
kecenderungan untuk meningkatkan kompensasi. Kebalikan dari situasi semacam itu
mungkin akan mengakibatkan penurunan kompensasi karyawan jika faktor-faktor
lain tidak menghalanginya.
2. Organisasi
Buruh
Dalam struktur hubungan
ekonomi, serikat-serikat buruh mencari beberapa cara seperti membentuk bengkel
serikat buruh, serikat-serikat buruh umumnya mencoba untuk mempengaruhi segi
penawaran. Dalam suatu pemogokan yang menuntut upah yang lebih tinggi,
permintaan majikan agar buruh memenuhi kebutuhan psar ditentang oleh serikat
buruh dengan cara menahan penawaran tenaga kerja. Para pemimpin serikat buruh
seringkali amat cerdik dalam memilih waktu yang tepat untuk mogok dengan
mempertimbangkan keadaan pasar untuk produk majikan.
Untuk memperkokoh
pengendalian mereka atas penawaran buruh, serikat-serikat buruh mencari beberapa
cara seperti membentuk bengkel serikat buruh atau bengkel tertutup (closed
shop), mengatur atau membatasi penggantian tenaga buruh dengan barang modal
melalui teknologi, dan menguasai jalur masuk ke dalam program magag
(apprentuceship). Semua kegiatan ini dimaksudkan untuk membatasi jumlah
alternatif yang terbuka bagi majikan, yang harus melihat bahwa
kelompok-kelompok lain di samping buruh diberi kompensas sebagaimana mestinya.
Semua kompensasi harus berasal dari produk yang dijual di pasar yang pada hakikatnya
bersaing. Kompensasi yang tidak adil bagi semua akan menciptakan kesulitan
dalam memelihara ketangguhan organisasi. Peningkatan kekuatan serikat-serikat
buruh sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa kepentingan-kepntingan para
karyawan belum mendapat perhatian yang sama dengan yang diberikan kepada
komponen-komponen lain dari perusahaan.
3. Kemampuan
Perusahaan untuk Membayar
Faktor-faktor pokok
yang menentukan tingkat upah bagi masing-masing perusahaan berasal dari
permintaan dan pernawaran. Jika laba perusahaan kecil dan perusahaan tidak
mampu membayar tingkat kompensasi yang bersaing, para karyawan biasanya akan
mencari pekerjaan lain dengan pembayaran lebih baik. Jika perusahaan tersebut
sangat berhasil, perusahaan tidak begitu perlu membayar di atas tingkat
kompensasi yang bersaing guna menarik personalia yang berkemampuan unggul. Jika
perusahaan itu secara umum makmur dan mampu membayar, maka ada kecendrungan
untuk menawarkan harga yang lebih tinggi kepada tenaga kerja secara
keseluruhan.
4. Produktivitas
Perusahaan dan Perekonomian
Walaupun beberapa orang
sangat mendukung penggunaan indeks produktivitas yang telah tersebar luas
sebagai suatu pemecaha utama dalam kompensasi, namun ada beberapa kekurangan
serius dalam penggunaannya. Di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Tidak
terdapat ukuran prodduktivitas yang tepat dan teliti yang dapat diterima semua
pihak.
b. Persentase
peningkatan yang dilaporkan pada umumnya adalah suaty rata-rata jangka panjang
dan tidak dicapai setiap tahun.
c. Tidak
semua industri berpartissipas secara sama dalam peningkatan produktivitas.
d. Penggunaan
indeks apa pun tidak mengurangi pertentangan pendapat secara material dalam
perundingan, karena indeks tersebut digunakan sebagai dasar untuk berunding.
5. Biaya
Hidup
Rumus lain yang
disambut oleh banyak orang sebagai jawaban adalah penyesuaian upah dengan biaya
hidup. Di antara masalah yang ditimbulkan oleh pendekatan ini adalah sebagai
berikut :
a. Tidak
ada rumus biaya hidup yang akan menunjukkan berapakah seharusnya kompensasi dasar
itu – rumus biaya hidup itu hanya menunjukkan bagaimana tarif upah seharusnya
berubah.
b. Pendekatan
ini cenderung untuk mengubah-ubah penghasilan dalam bentuk uang (moneter)
tetapi mepertahakankan penghasilan nyata yang mengakibatkan ketidakpuasan buruh
c. Seperti
dalam hal indeks produktivitas, terdapat masalah pengukuran tertentu dalam
memastikan kenaikan-kenaikan biaya hidup. Namun, Indeks Harga Konsumen dari
Biro Statistik Perburuhan, diterima dan diikuti secara luas oleh banyak majikan
dan organisasi buruh.
6. Pemerintah
Undang-undang Standar
Perburuhan yang Adil (Fair Labor Standards Act) seringkali disebut Wage and
Hour Law, menentukan upah minimum setiap jam dan hari kerja standar setiap
minggu bagi semua perusahaan yang terlibat dalam perdagangan antar negara
bagian. Sejak lahirnya undang-undang itu pada tahun 1938, upah minimum telah
berubah dari 25 sen menjadi $3,35 setiap jam dalam tahun 1982. Undang-undang
itu berlaku bagi perusahaan yang terlibat dalam perdagangan antar negara bagian
dengan jumlah penjualan kotor setiap tahum sedikit $362.500. Lebih dari 50 juta
karyawan tercakup di dalamnya.
Undang-undang Persamaan
Pembayaran (Equal Pay Act) tahun 1963, yaitul suatu amandemen terhadap
Undang-Undang Standar Perburuhan yang Adil menentukan bahwa pekerjaan yang
setingkat, yaitu yang memerlukan keterampilan, usaha, dan tanggung jawab yang
saa serta persyaratan-persyaratan kerja sama , harus menawarkan upah yang
saantanpa memandang jenis kelamin karyawan.
Undang-undang
Walsh-Healey dan Davis-Bacon berlaku bagi para majikan yang berhubungan dengan
pemerintah federal sebagai kontraktor, yang pertama berlaku bagi mereka yang
mempunyai kontrak di atas $10,000 dan yang kedua bagi mereka yang mempunyai
kontrak pekerjaan umum dengan nilai di atas $2,000. Menurut kedua undang-undang
ini, upah minimum yang sedang berlaku dibayar kepada mayoritas pekerja dalam
keterampilan tertentu dan dalam suatu wilayah geografis tertentu. Jika tidak
ada upah yang sedang berlaku bagi mayoritas, jumlahnya ditentukan atas dasar
rata-rata yang diberi bobot.
Disamping ketiga
undang-undang ini, cukup banyak undang-undang negara bagian yag menentukan upah
minimum. Biasanya tarif-tarif ini lebih rendah daripada tarif yang ditentukan
dalam perundang-undangan federal, tetapi 20 negara bagian menetapkan tarif
minimum sebesar $3,35 atau lebih.
B.
Keadilan
dan Kompensasi
Agar
tujuan pertama kita untuk menarik para karyawan yang mampu bagi organisasi
dapat dicapai, personel harus berkeyakinan bahwa kompensasi yang ditawarkan
adalah wajar dan adil. Keadilan (ekuitas) berkaitan dengan rasa keadilan (felt
justice) menurut hak dan hukum alam. Teori pertukarannya berada dalam
equilibrium. Jika seorang karyawan menerima kompensasi dari majikan, padangan
atas keadilan (ekuitas) dipengaruhi oleh dua faktor :
1.
Rasio kompensasi
terhadap masukan (inputs) seseorang dalam bentuk usaha, pendidikan, pelatihan,
ketahana terhadap kondisi-kondisi kerja yang merugikan dan sebagainya.
2.
Perbandingan rasio ini
dengan rasio orang-orang penting lainnya yang berhubunga langsung dengannya.
Keadilan biasanya ada jika seseorang merasa bahwa rasio antara hasil denga
masukan berada dalam equilibrium, baik secara internal sehubungan dengan diri
sendiri maupun dalam hubungan dengan orang-orang lain.
Untuk mengatasi kemungkinan perasaan
ketidakadilan (inequity), berbagai organisasi mengikuti kebiasaan yang sangat
merahasiakan kompensasi yang diterima. Ini terutama berlaku untuk gaji para
eksekutif da para personel lain yang tidak diatur oleh perjanjian-perjanjian
perburuhan. Penelitian telah menunjukkan bahwa personel seringkali menaksir
terlalu rendah para manajer tingkat tinggi dan menaksir terlalu tinggi gaji
teman-teman yang setingkat dan mereka yang setingkat dibawahnya. Dengan
demikian sekiranya pun ada keadaan-keadaan yang akan menguntungkan keadilan,
hal itu tidak akan terlihat jika kompensasi tetap dirahasiakan. Di pihak lain,
jika suatu perusahaan menginginkan untuk “mengumumkan” gajinya, seyogianya
perusahaa itu mampu mengevaluasi tingkat-tingkat prestasi dengan cara yang
obyektif. Ada banyak situasi di maa keluaran (outputs) pekerjaan tidak berujud
(intagible) dan saling terkait serta tergantung pada pekerjaan-pekerjaan lain.
Jika beberapa bentuk penilaian obyektif yang dapat diterima tidak dapat
dikembangkan, sistem upah yang terbuka mungkin akan menurunkan prestasi dan
moral, disertai dengan hubungan yang tegang antara atasan dan bawahan.
A. Nilai yang Sebanding
Undang-Undang
Persamaan Upah (Equal Pay Act) melarang para majikan untuk membeda-bedakan
karyawan berdasarkan jenias kelamin dengan cara membedakan tarif untuk jenis
kelamin yang berbeda. Ini berlaku jika pekerjaan tersebut sama,memerlukan
keterampilanusaha ,dan tanggung jawab yang sama. Namun upah yang tidak sama itu
disahkan/dibenarkan jika upah tersebut di dasarkan atau suatu sistem
senioritas,sistem jasa/prestasi (merit system),sistem upah insentif,atau sistem
lain manapun yang didasarkan atas faktor-faktor selain jenis kelamin.
Walaupun
undang-undang ini telah berumur 20 tahun ,namun kompensansi rata-rata bagi
wanita selama ini hanya berkisar 60 persen dari kompensansi untuk pria
Berbagai macam
penjelasan untuk perbedaan ini telah di kemukakan sebagai berikut:
1.
Para penyelia secara
sadar atau tidak telah merendahkan para bawahan wanita dengan tidak memberikan
penugasan-penugasan yang sulit kepada mereka,sehingga sepintas lalu tidak
melanggar Undang-Undang Persamaan Bayaran
2.
Para penyelia
menganggap bahwa para karyawati tidak begitu tertarik pada promosi dan gagal
untuk untuk memperkenalkan mereka kepada para pejabat senior dalam perusahaan
3.
Wanita mungkin
berprestasi pada pada tingkat yang lebih rendah di sebabkan oleh tekanan dan
ketegangan bekerja dalam suatu lingkungan yang di dominasi oleh pria
4.
Wanita lebih mungkin
memilih jabatan-jabatan staff karena hakikat dari pekerjaannya. Staff khususnya
dibayar lebih kecil daripada jabatan-jabatan lini yang lebih penting
5.
Wanita lebih mungkin
untuk memikul bagian yang terberat dari tugas-tugas keluarga jika sudah
menikah. Walaupun pria yang sudah menikah mungkin menerima dorogan karir dari
istri yang tidak bekerja,namun manajer wanita yang sudah menikah kelihatannya
tidak akan menerima dukungan semacam itu dari suaminya.
6.
Sehubungan dengan hal
di atas,para karyawati lebih besar kemungkinannya untuk menolak
pemindahan-pemindahan pekerjaan yang kritis demi kepentingn keluarga
7.
Wanita cenderung
mempunyai pengalaman kerja yang tidak berkesinambungan,keluar dari asaran kerja
lebih sering daripada pria. Ketidaksinambungan ini tercemin dalam berkurangnya
gaji
B.
Evaluasi
Pekerjaan
Sebagai
langkah pertama dalam mengejar keadilan harus dibentuk hubungan yang konsisten
dan sistematik antara tingkat-tingkat konpensansi dasar bagi semua pekerjaan di
dalam organisasi yang bersangkutan. Proses pembentukan semacam itu di sebut
“evaluasi pekerjaan” dan tidak boleh di kacaukan dengan analisis pekerjaan yang
berhubungan dengan pengumpulan data tentang pekerjaan. Dengan mengevaluasi
pekerjaan,kita mencoba mempertimbangkan dan mengukur masukan-masukan yang di haruskan
para karyawan (keterampilan,usaha,tanggung jawab,dsb) untuk prestasi kerja
minimum dan untuk menterjemahkan ukuran-ukuran semacam itu kedalam imbalan
dalam bentuk uang.
Sarana lansung
dari proses evaluasi pekerjaan adalah memperoleh :
1.
Konsistensi Internal
Berhubungan
dengan konsep upah relatif pada perusahaan yang bersangkutan. Misalnya,tarif
penyelia lebih kecil dari seorang bawahan ,maka tarif ini tidak konsisten
2.
Konsistensi Eksternal
Merujuk
pada suatu realivitas yang di inginkan antara struktur upah organisasi dengan
struktur upah di dalam masyarakat,industri,atau negara.
Misalnya,organisasi
boleh memilih untuk mebayara lebih tinggi,lebih rendah ,atau sama dengan tarif
yang sedang berlaku.
Evaluasi pekerjaan dan persetujuan
kolektif bukanlah dua hal yang bertentangan keduanya dapat berada dalam
organisasi yang sama.Evaluasi pekerjaan akan mengurangi bidang yang di cakup
dalam persetujuan kolektif dengan sistemasi
dengan penentuan konsistensi eksternal,yang berhubungan dengan seisih
upah yang tepat.
Persetujuan kolektif masih harus bekerja
untuk mencapai konsistensi eksternal,menaikkan atau menurunkan seluruh struktur
upah. Evaluasi pekerjaan menentukan bentuk struktur upah dan perdetujuan
kolektif harus menentukan lokasi dari seluruh struktur sebagai unit.
Walaupun konsistensi internal dan
eksternal adalah sasaran lansung dari evaluasi pekerjaan,sasaran akhirnya
adalah kepuasan karyawan dan majikan terhadap upah gaji yang di bayar.
Dalam menyusun pendekatan terhadap
pengukuran nilai pekerjaan secara sistematik,terdapat sejumlah prasyarat yang
perlu.
Pertama , uraian-uraian dan spesifikasi
pekerjaan yang cukup jelas dan teliti harus tersedia untuk memberikan data yang
berhubungan dengan faktor-faktor yang di ukur.
Kedua, harus diambil keputusan
sehubungan dengan kelompok-kelompok karyawan dan pekerjaan yang dapat dili[ut
oleh suatu sistem evaluasi tunggal.
C.
Sistem-sistem
Evaluasi Pekerjaan
Sistem
dasar dalam manajemen pekerjaan ada empat yang sekarang ini sering digunakan.
Sistem dasar itu di bagi dalam dua kategori.
Kategori
pertama mencakup metode – metode yang sederhana yang tidak menggunakan faktor –
faktor pekerjaan yang rinci. Kategori ini biasa disebut sistem yang tidak
bersifat kuantitatif
1.
Penetapan peringkat
sederhana
2.
Penggolongan mutu
Kategori
kedua mencakup beberapa sistem yang menggunakan pendekatan yang lebih rinci.
Kategori ini dikenal sebagai pendekatan kuantitatif
1. Sistem
butir (point system)
2. Sistem
perbandingan faktor
D.
Penetapan
Peringkat yang Sederhana
Penetapan
peringkat harus melibatkan penyiapan uraian pekerjaan yang ringkas,walaupun
hanya memeringkatkan judul – judul pekerjaan saja. Uraian diserahkan ke panitia
penilai agar diurutkan menurut penilaian tanpa dipengaruhi oleh karyawan yang
melaksanakan pekerjaan tersebut atau tingkat upah tidak berlaku.
Beberapa teknik
penetapan peringkat dapat bernilai dala proses evaluasi ini:
1.
Pekerjaan paling atas
dan paling bawah dipilih sebagai patokan menetukan peringkat bagi pekerjaan
lainnya dalam proses penetapan peringkat
2.
Teknik perbandingan
berpasangan yang dibicarakan terlebih dahulu dapat diterapkan
3.
Penggunaan suatu
panitia penilai
4.
Bagan organisasi
Sistem
penetapan peringkat yang sederhana memiliki banyak cacat. Kebaikannya yang
sederhana juga merupakan suatu kerugian dalam mengukur keseluruhan pekerjaan.
Disamping itu,tidak ada skala nilai atau ukuran yang ditetapkan sebelumnya
untuk digunakan para penilai. Penilai mempunyai peringkat kriterianya sendiri
dan sulit untuk menjelaskan akibatnya bagi seorang pemegang pekerjaan.
E.
Penggolongan
Mutu Pekerjaan
Dalam
pendekatan penggolongan mutu pekerjaan ada ukuran semacam sistem penetapan
peringkat yang terdiri dari kelas – kelas golongna mutu pekerjaan. Suatu skala
nilai diciptakan sebagai pembanding antara pekerjaan dengan uraian – uraiannya.
Uraian golongan mutu adalah suatu kelas uraian pekerjaan.
Ada
dua pendekatan untuk menuliskan uraian golongan mutu yang menciptakan suatu skala
nilai tunggal untuk mengukur nilai pekerjaan:
1.
Pekerjaan diberikan
peringkat dan ditentukan kelasnya secara alami.
2.
Meminta panitia untuk
menentukan lebih dahulu serangkaian definisi golongan mutu
Setelah
menentukan skala nilai kita dapat melanjutkan proses evaluasi pekerjaan dengan
menggunakan sistem penggolongan mutu dengan membaca uraian pekerjaan,golongan
mutu dan menempatkan pekerjaan pada satu golongan tertentu. Penggolongan mutu
pekerjaan sebagai perbaikan penetapan peringkat dengan adanya faktor pembanding
yaitu skala nilai yang ditentukan sebelumnya. Sistem penggolongan mutu
sebenarnya langsung mengarah ke sistem butir dan perbandingan faktor, hanya
saja penggolongan mutu mengevaluasi pekerjaan secara menyeluruh, sedangkan dua
sistem yang lain hanya menciptakan kelas – kelas pekerjaan berdasarkan
pengukuran faktor – faktor pekerjaan secara rinci.
Kelemahan
pendekatan golongan mutu pekerjaan:
1.
Harus menggunakan
keadaan – keadaan umum dalam merumuskan golongan mutu
2.
Definisi atau
pernyataan yang samar – samar sering menimbulkan perdebatan yang panas antara
pekerja dan manajer
3.
Memerlukan sistem ganda
untuk jenis – jenis pekerjaan yang berbeda
sumber : B Flippo, Edwin.1984.manajemen personalia edisi ke enam jilid 2.Jakarta.Erlangga