Minggu, 13 April 2014
Tugas Softskill Post 4 “Review Jurnal Hukum Perjanjian”
SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
(Ditinjau Dari KUHPerdata)
Retna Gumanti
Ketentuan-ketentuan Umum dalam Perjanjian
1.
Somasi
Istilah pernyataan
lalai atau somasi merupakan terjemahan
dari ingebrekerstelling. Somasi diatur dalam pasal 1238 KUHPerdata dan pasal
1243 KUHPerdata. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditur) kepada si
berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian
yang telah disepakati antara keduanya.
Somasi timbul disebabkan debitur tidak memenuhi prestasinya,
sesuai dengan yang diperjanjikan. Ada tiga hal terjadinya somasi, yaitu:
(Salim.H.S, 2003: 96), Pertama, Debitur melaksanakan prestasi yang keliru,
misalnya kreditur menerima sekeranjang apel seharusnya sekeranjang jeruk.
Kedua, Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah dijanjikan. Tidak
memenuhi prestasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelambatan
melaksanakan prestasi dan sama sekali tidak memberikan prestasi. Penyebab tidak
melaksanakan prestasi sama sekali karena prestasi tidak mungkin dilaksanakan
atau karena debitur terang-terangan menolak memberikan prestasi. Ketiga,
Prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi kreditur
setelah lewat waktu yang diperjanjikan.
2.
Wanprestasi
Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
somasi. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan
debitur. Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan
somasi oleh kreditur atau juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya,
maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah
yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak.
Ada 4 akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut :
Ø Pertama, Perikatan tetap ada.
Ø Kedua, Debitur harus membayar ganti
rugi kepada kreditur.
Ø Ketiga, Beban resiko beralih untuk
kerugian debitur, jika halangan tersebut timbul setelah debitur wanprestasi,
kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak kreditur.
Ø Keempat, Jika perikatan lahir dari
perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya
memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUHPerdata.
3.
Ganti Rugi
Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu ganti rugi karena
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Ganti rugi karena perbuatan melawan
hukum adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada orang yang telah
menimbulkan kesalahan kepada pihak yang dirugikannya. Ganti rugi itu timbul
karena adanya kesalahan, bukan karena adanya perjanjian sedangkan ganti rugi
karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada
debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat antara kreditur
dengan debitur
4.
Keadaan Memaksa
Ketentuan tentang overmacht (keadaan memaksa) dapat dilihat dan dibaca
dalam pasal 1244 KUHPerdata dan padal 1245 KUHPerdata. Pasal 1244 KUHPerdata
berbunyi:
“debitur harus dihukum untuk mengganti biaya kerugian dan bunga, bila tak
dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya
waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tidak
terduga, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, walaupun tidak ada
i’tikad buruk kepadanya.” Selanjutnya dalam pasal 1245 KUHPerdata berbunyi:
“tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga, bila karena keadaan memaksa
atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk
memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan sesuatu perbuatan
yang terlarang olehnya”.
Ketentuan ini memberikan kelonggaran kepada debitur untuk
tidak melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga, yaitu:
- Pertama, Adanya suatu hal yang tak terduga sebelumnya, atau
- Kedua, Terjadinya secara kebetulan dan atau. Ketiga, Keadaan memaksa.
. 5. Risiko
Dalam teori hukum dikenal suatu ajaran yang disebut dengan resicoleer (ajaran tentang resiko). Resicoleer adalah suatu ajaran, yaitu
seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian, jika ada sesuatu kejadian diluar
kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian.
Ajaran ini timbul apabila terdapat keadaan memaksa (overmacht). Ajaran ini
dapat diterapkan pada perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana salah satu pihak aktif
melakukan prestasi sedangkan pihak lainnya pasif. Perjanjian timbal ballik
adalah suatu perjanjian yang kedua belah pihak diwajibkan untuk melakukan
prestasi, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat keduanya. (Salim.H.S, 2003:
103)
Daftar Pustaka
Asyhadie Zaeni, 2008. Hukum Bisnis. Jakarta: RajaGrafindo
Badrulzaman, Mariam Darus. 1980. Perjanjian Baku (Standar), perkembangannya di Indonesia. Bandung:
Alumni.
Griswanti Lena, 2005, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Lisensi
Dalam Perjanjian
H.S, Salim, 2008. Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika
Khaerandy, Ridwan. 1992. Aspek-aspek Hukum Franchise dan keberadaannya dalam hukum Indonesia.
Yogyakarta: Majalah Unisa, UII
----2004, Hukum Alih Teknologi, Modul II, Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta.
Mertokusumo, Sudikno. 1999, Hukum Acara Perdata, Yogyakarta: Liberty
Muhammad Abdul Kadir. 1986. Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni
Subekti, R. 1984. Pokok-Pokok Hukum
Perdata. Jakarta: Intermasa.
Subekti dan Tjitrosudibio. 2003. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Jakarta: Pradnya Paramita.
Nama Kelompok :
1. Kartika Ratna Sari W (24212934)
2. Septa Skundarian (26212921)
3. Shintya Permatasari ( 26212989)