UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA
Minggu, 13 April 2014

Tugas Softskill Post 2 “Review Jurnal Hukum Perjanjian”


JUAL BELI SUARA PADA PEMILIHAN UMUM DALAM PERSPEKTIF HUKUM
PERJANJIAN 

 Oleh: 
Abdul Halim Barkatullah  
Dosen Fakultas Hukum UNLAM Banjarmasin  
E-mail:dr.halim_barkatullah@yahoo.co.id



Pemilu tahun 2009 yang merupakan pemilu yang ke-tiga setalah bangsa Indonesia berada dalam era reformasi. Namun Pemilu pada tahun ini berbeda dengan Pemilu sebelumnya, hal ini dikarenakan adanya "Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan penentuan calon anggota legislatif (caleg) terpilih berdasar nomor urut menjadi suara terbanyak. Perubahan ini merupakan langkah positif, karena caleg benar-benar pilihan rakyat dari suara terbanyak, namun perubahan sistem ini juga dikhawatirkan akan merangsang terjadinya jual beli suara (money politic) yang lebih besar.Hal ini dikarenakan sebelum adanya putusan MK tersebut, caleg hanya cukup membeli nomor jadi dari partai agar bisa duduk di kursi legislatif. Namun saat ini, caleg harus mendapatkan dukungan sebanyak-banyaknya dari pemilih. Artinya, cara termudah yang dapat ditempuh caleg untuk meraih simpati pemilih adalah "membeli" suara pemilih dengan sejumlah uang atau pemberian lainnya. Calon wakil rakyat yang sudah telanjur memiliki nomor urut 'jadi' akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan kursi legislatif. Begitu juga caleg dengan nomor urut 'sepatu' juga akan ikut mencoba peruntungan dalam permainan kotor tersebut. "Di titik inilah potensi terjadinya jual beli suara menjadi tak bisa dihindari.

Jual Beli Suara Pada Pemilu 2009

Perubahan sistem pemilu dari nomor urut menjadi suara terbanyak, menimbulkan implikasi maraknya jual beli suara yang dilakukan oleh caleg untuk mendapatkan simpati masyarakat. Setelah pemilu legislatif selesai, permasalahan jual beli suara bukannya berakhir, tapi permasalahan ini terus berlanjut dengan banyaknya caleg yang kecewa, karena hasil suara yang didapatkan tidak seperti yang telah diharapkan.

Misalnya, Salah seorang caleg di Daerah Pemilihan Bontang Utara mengambil kembali kayu satu kubik yang rencananya akan dibuat jembatan yang akan menghubungkan Gang Atletik 9 Jl KH Ahmad Dahlan. Sebelum pemilu legislatif masyarakat berjanji akan memilih dia dalam pemilu. Begitu suaranya kurang, kayunya diangkut kembali. Di Tulungagung tim sukses seorang caleg asal Desa Majan, mengambil kembali semua bantuan yang telah diberikan untuk pembangunan Mushola di desa itu. Hal itu dilakukan dengan alasan bahwa masyarakat di desa Majan telah ingkar janji dalam Pemilu legislatif, yang menyebabkan suara caleg tersebut tidak memenuhi target.Di Sidoarjo, disebabkan suaranya kalah dalam pemilu legislatif, seorang caleg mengambil kembali paving blok yang telah diberikan kepada warga Dusun. Tanjungsari, yang sebelum pemilu hal itu diberikan dengan maksud membeli suara rakyat di dusun tersebut.

Konsep Perjanjian Jual Beli

Perjanjian berasal dari kata "janji yang mempunyai arti "persetujuan antara dua pihak atau lebih" (masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat sesuatu, memberikan sesuatu dan tidak berbuat sesuatu). Defenisi “perjanjian seperti terdapat pada Pasal 1313 KUH Perdata yaitu :"Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih" Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap, dan terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III Perjanjian yang kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.R. Setiawan memberikan pengertian perjanjian, yaitu: "Perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih." Perjanjian selalu merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak, di mana untuk itu diperlukan kata sepakat para pihak. Akan tetapi tidak semua perbuatan hukum yang bersegi banyak merupakan perjanjian, misalnya pemilihan umum.

Hal yang diperjanjikan untuk dilakukan itu dikenal dengan istilah "prestasi. Prestasi tersebut dapat berupa: memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau, tidak berbuat sesuatu. Selain itu dalam hubungan antara penjual dan pembeli, hukum perjanjian berperan untuk memberikan suatu kepastian, stabilitas dan keamanan yang diperlukan untuk menjamin kelancaran dan pelaksanaan berbagai transaksi. Secara umum, hukum perjanjian mengatur hubungan pihak-pihak dalam perjanjian, akibat-akibat hukumnya, dan menetapkan bila pelaksanaan perjanjian dapat di tuntut
secara hukum.

Dalam jual beli juga diatur tentang kewajiban para pihak yang telah melakukan jual beli, yaitu: Pihak yang menjual (yang berkewajiban menyerahkan ) kebendaan yang disebut penjual dan pihak yang membeli (yang berkewajiban menyerahkan harga) yang disebut pembeli atau yang telah disepakati, seperti telah diatur dalam KUHPerdata khususnya buku ketiga, Bab ke lima, bagian kedua dan ketiga (Pasal 1473 Pasal 1518).

Kewajiban penjual menyatakan dengan tegas untuk apa ia mengikatkan dirinya. Segala janji yang tidak terang dan dapat diberikan berbagai pengertian, harus ditafsirkan untuk kerugiannya (Pasal 1473). Kemudian pada pasal selanjutnya (Pasal 1474) disebutkan bahwa ia mempunyai 2 (dua) kewajiban utama yaitu menyerahkankan barangnya dan menanggungnya. Pengaturan tentang kewajiban penjual ini, dapat di bagi 2 (dua), yaitu yang disebutkan pada Pasal 1474, yaitu:  Pertama, kewajiban menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan, kedua, kewajiban menanggung/memberi garansi atas barang (barang) yang diperjualbelikan  tersebut.

Sedangkan pasal-pasal lainnya (Pasal 1475-Pasal 1512) merupakan penjabaran dari kedua unsur utama dari jual beli tersebut. Penyerahan ialah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli (Pasal 1475). Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan itu dari si penjual kepada si pembeli. KUH Perdata mengenal 3 (tiga) macam barang, yaitu barang bergerak, barang tetap dan barang tidak tetap, (dengan mana dimaksudkan piutang penagihan atau "claim") maka menurut KUH Perdata juga ada 3 (tiga) macam penyerahan hak milik yang masing-masing berlaku untuk masing-masing barang itu:

1. Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu;
lihat pasal 612 yang berbunyi penyerahan kebendaan bergerak terkecuali yang tidak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik atau dengan penyerahan kunci- kunci dari bangunan dalam mana keberadaan itu berada. Penyerahan tidak perlu dilakukan apabila kebendaan yang harus diserahkan dengan alasan hak lain telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya;
2. Untuk barang tetap (tidak bergerak) dengan perbuatan yang dinamakan "balik nama" (overschrijving)dimuka pegawai/Pejabat, misalnya Notaris/PPAT, yang juga dinamakan pegawai balik nama, yaitu menurut Pasal 616 dihubung dengan Pasal 620 KUH perdata, serta undang-undang pokok agrarian (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 serta peraturan pelaksanaannya;
3. Barang tidak bertubuh dengan perbuatan yang dinamakan "cessie" sebagaimana diatur dalam Pasal 613 yang berbunyi "penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tidak bertumbuh lainnya dilakukan dengan membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendan itu dilimpahkan kepada orang lain.

Kewajiban Pembeli, kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut persetujuan (Pasal 1513). Jika pada waktu membuat persetujuan tidak ditetapkan tentang itu si pembeli harus membayar di tempat dan pada waktu di mana penyerahan harus dilakukan (Pasal 1514).

Jika si pembeli tidak membayar harga pembelian si penjual dapat menuntut pembatalan pembelian, menurut ketentuam-ketentuan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUH Perdata. Meskipun demikian, dalam halnya penjualan barang-barang dagangan dan barang-barang perabot rumah, pembatalan pembelian, untuk keperluan si penjual akan terjadi batal demi hukum dan tanpa peringatan setelah lewatnya waktu yang ditentukan untuk mengambil barang yang dijual .

Daftar Pustaka

Badrulzaman, Mariam Darus, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2001.
Fattah, Eep Saifullah, Mengapa 1962-1997 Terjadi Berbagai Kerusuhan? Jakarta-
Bandung: Laboratorium Fisip UI bekerjasam dengan Mizan, 1997.
Fuady, Munir, Hukum Kontrak: dari Sudut Pandung Hukum Bisnis. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2001.
H.R. Daeng Naja, Contract Drafting, Cetakan Kedua. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2006.
Huntington, Samuel W., The Third Wave: Democratization The Last Twentieth
Century, Diterjemahkan oleh Asril Marjohan, Demokrasi Glombang Ketiga. Jakarta : Grafiti, 1995.
IDEA, Penilaian Demoratisasi di Indonesia. Swedia: International IDEA, Stochold,
2000.
Muhammad, Pemilihan Umum dan legitimasi politik. Jakarta: Yayasan Buku Obor,
1998.
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Perjanjian, Cet. VIII. Bandung: Mandar
Maju, 2000.
Rahman, Hasanuddin, Legal Drafting. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.
Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, cet-6. Bandung: Putra Bardin, 1999. Syahrani, Riduan, Seluk-Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Edisi Revisi.
Bandung: Alumni, 2006.
Widjaja, Gunawan, dan Kartini Muljadi, Jual Beli, Cetakan Kedua. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2004.
www.detikpemilu.com. Diakses tanggal 2 Mei 2009.
www.documentarynetworking.com. diakses tanggal 3 Mei 2009. www.okezone.com. Diakses Tanggal 2 Mei 2009.
www.suryaonline.com diakses tanggal 3 Mei 2009




Nama Kelompok :

1.      Kartika Ratna Sari W (24212934)

2.      Septa Skundarian (26212921)

3.      Shintya Permatasari ( 26212989)


 

0 komentar: