Selasa, 06 Januari 2015
Catatan Audit "Teori Audit"
NAMA : SHINTYA PERMATASARI
KELAS : 3EB12
Teori Auditing
PENGERTIAN
AUDITING
Auditing adalah
suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang
independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta
catatan - catatan pembukuan dan bukti - bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk
dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
PERBEDAAN
AUDITING DENGAN ACCOUNTING
· Accounting : Proses
pencatatan transaksi dari mulai pembuatan jurnal, buku besar, sampai dengan
disusunnya laporan keuangan.
· Auditing : Proses
pemeriksaaan yang dimulai dengan pemeriksaan laporan keuangan, buku besar,
sampai dengan pemeriksaan bukti-bukti.
JENIS
- JENIS AUDIT
· Ditinjau
dari luasnya pemeriksaan :
a.
General audit (pemeriksaan umum) :
Pemeriksaan yang dilakukan KAP independen dengan tujuan untuk memberikan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
b.
Special audit (pemeriksaan khusus) :
Pemeriksaan oleh KAP independen, dan pada akhir pemeriksaan auditor tidak perlu
memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
· Ditinjau
dari jenis pemeriksaan :
a.
Management Audit (Operational Audit) : Suatu
kegiatan pemeriksaan terhadap kegiatan operasi perusahaan.
b.
Compliance Audit (Pemeriksaan Ketaatan) :
Menentukan kesesuaian dengan kondisi atau atauran tertentu.
c.
Internal Audit (Pemeriksaan Intern) :
Mengevaluasi efektifitas perusahaan oleh auditor internal.
d.
Computer Audit :
Pemeriksaan oleh KAP yang memproses data akuntansi dengan EDP system.
STANDAR
AUDITING
Menurut Arens
(2003 : 45) Standar auditing
merupakan panduan umum bagi auditor dalam memenuhi tanggung jawab untuk
melakukan audit atas laporan keuangan historis. Standar ini mencakup pula
pertimbangan atas kualitas professional seperti kompetensi dan independensi,
persyaratan, pelaporan, serta
bukti audit.
Standar auditing
yang telah ditetapkan dan disahkan oleh IAI terdiri dari sepuluh standar yang
dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :
a. Standar Umum
Standar umum bergubungan dengan
kualifikasi atau seorang auditor kualitas pekerjaan auditor. Standar umum
terdiri dari 3 standar yaitu:
1.
Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau
lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor.
2.
Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental yang harus
dipertahankan oleh auditor.
3.
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan
laporannya, auditor wajib mengggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat
dan seksama.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
1.
Pekerjaan harus direncanakan
sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2.
Pemahaman memadai atas struktur
pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan
sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3.
Bukti audit kompeten yang memadai harus
diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan hasil audit.
c. Standar Pelaporan
Standar pelaporan berhubungan dengan
masalah pengkomunikasian hasil audit. Standar pelaporan terdiri dari 4 standar,
yaitu :
1.
Laporan audit harus menyatakan apakah
laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum.
2.
Laporan audit harus menunjukkan keadaan
yang di dalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam
penyusunan laporan keuangan periode berjalan yang sesuai dengan prinsip
akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya.
3.
Pengungkapan informasi dalam laporan
keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
4.
Laporan audit harus memuat pernyataan
pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau asersi bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan
tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor
dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk
yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor dan jika ada tingkat tanggung jawab
yang bersangkutan.
ETIKA PROFESI
AUDITOR
Definisi Etika
Etika (praksis) diartikan sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral
yang mendasari perilaku manusia. Etos didefinisikan sebagai ciri-ciri dari
suatu masyarakat atau budaya. Etos kerja,dimaksudkan sebagai ciri-ciri dari
kerja, khususnya pribadi atau kelompok yang melaksanakan kerja, seperti
disiplin, tanggung jawab, dedikasi, integritas, transparansi dsb.
Etika (umum) didefinisikan sebagai perangkat prinsip
moral atau nilai. Dengan kata lain, etika merupakan ilmu yang membahas dan
mengkaji nilai dan norma moral. Etika (luas) berarti keseluruhan norma dan
penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia
seharusnya menjalankan kehidupannya.Etika (sempit) berarti seperangkat nilai
atau prinsip moral yang berfungsi sebagai panduan untuk berbuat, bertindak atau
berperilaku. Karena berfungsi sebagai panduan, prinsip-prinsip moral tersebut juga
berfungsi sebagai kriteria untuk menilai benar/salahnya
perbuatan/perilaku.
Kode
Etik
Pengertian Kode etik adalah nilai-nilai,
norma-norma, atau kaidah-kaidah untuk mengatur perilaku moral dari suatu
profesi melalui ketentuan-ketentuan tertulis yg harus dipenuhi dan ditaati
setiap anggota profesi.
Isi Kode Etik
Karena kode etik merupakan wujud dari komitmen moral
organisasi, maka kode etik harus berisi :
· Mengenai apa yang boleh dan
· apa yang tidak boleh dilakukan oleh anggota profesi,
· apa yang harus didahulukan dan
· apa yang boleh dikorbankan oleh profesi ketika menghadapi situasi konflik atau dilematis,
· tujuan dan cita-cita luhur profesi,
dan
· bahkan
sanksi yang akan dikenakan kepada anggota profesi yang melanggar kode etik.
Tujuan Utama
Kode Etik
Terdapat dua tujuan utama dari kode etik.
· Kode
etik bertujuan melindungi kepentingan masyarakat dari kemungkinan
kelalaian, kesalahan atau pelecehan, baik disengaja maupun tidak
disengaja oleh anggota profesi.
· Kode
etik bermaksud melindungi keluhuran profesi dari perilaku perilaku menyimpang
oleh anggota profesi.
Peranan Etika dalam Profesi Auditor
Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada
masyarakat dan komitmen moral yang tinggi. Masyarakat menuntut untuk memperoleh
jasa para auditor publik dengan standar
kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri.
Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar
teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam
melaksanakan audit.
Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena
auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan
benturan-benturan kepentingan.
Kode etik atau
aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor profesional
dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil keputusan-keputusan
sulit. Jika
auditor tunduk pada tekanan atau permintaan tersebut, maka telah terjadi
pelanggaran terhadap komitmen pada prinsip-prinsip etika yang dianut oleh
profesi.
Oleh karena itu, seorang auditor harus selalu
memupuk dan menjaga kewaspadaannya agar tidak mudah takluk pada godaan dan
tekanan yang membawanya ke dalam pelanggaran prinsip-prinsip etika secara umum
dan etika profesi. etis yang tinggi; mampu mengenali situasi-situasi yang
mengandung isu-isu etis sehingga memungkinkannya untuk mengambil keputusan atau
tindakan yang tepat.
Pentingnya Nilai-Nilai Etika dalam Auditing
Beragam masalah etis berkaitan langsung maupun tidak
langsung dengan auditing. Banyak auditor menghadapi masalah serius karena
mereka melakukan hal-hal kecil yang tak satu pun tampak mengandung kesalahan
serius, namun ternyata hanya menumpuknya hingga menjadi suatu kesalahan yang
besar dan merupakan pelanggaran serius terhadap kepercayaan yang diberikan.
Untuk itu pengetahuan akan tanda-tanda peringatan
adanya masalah etika akan memberikan peluang untuk melindungi diri sendiri, dan
pada saat yang sama, akan membangun suasana etis di lingkungan kerja.
Masalah-masalah etika yang dapat dijumpai oleh
auditor yang meliputi permintaan atau tekanan untuk:
1. Melaksanakan
tugas yang bukan merupakan kompetensinya.
2. Mengungkapkan
informasi rahasia.
3. Mengkompromikan integritasnya dengan melakukan pemalsuan,
penggelapan,
penyuapan dan sebagainya.
4. Mendistorsi
obyektivitas dengan menerbitkan laporan-laporan yang menyesatkan.
Kode Etik
Akuntan Indonesia
Etika
profesional bagi praktik akuntan di Indonesia ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dan disebut dengan Kode Etik Akuntan Indonesia.
Dalam hubungan
ini perlu diingat bahwa IAI adalah satu-atunya organisasi profesi akuntan di Indonesia. Anggota IAI meliputi auditor dalam berbagai jenisnya
(auditor independen/publik, auditor intern dan auditor pemerintah), akuntan
manajemen, dan akuntan pendidik. Oleh sebab itu, kode etik IAI berlaku bagi
semua anggota IAI, tidak terbatas pada akuntan anggota IAI yang berpraktik
sebagai akuntan publik.
Kode Etik
Akuntan Indonesia mempunyai struktur seperti kode etik AICPA yang meliputi
prinsip etika, aturan etika dan interpretasi aturan etika yang diikuti dengan
tanya jawab dalam kaitannya dengan interpretasi aturan etika.
Prinsip-prinsip
etika dalam Kode Etik IAI ada 8 (delapan), yaitu:
· Tanggung
Jawab.
· Kepentingan
Umum (Publik).
· Integritas.
· Obyektivitas.
· Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional.
· Kerahasisaan.
· Perilaku
Profesional.
· Standar
Teknis.
Integritas
Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang
dapat dipercaya karena menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Integritas
tidak hanya berupa kejujuran tetapi juga sifat dapat dipercaya, bertindak adil
dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya.
Hal ini ditunjukkan oleh
auditor ketika memunculkan
keunggulan personal ketika memberikan layanan profesional kepada instansi
tempat auditor bekerja dan kepada auditannya.
Misalnya, auditor seringkali menghadapi situasi di mana terdapat
berbagai alternatif penyajian informasi yang dapat menciptakan gambaran
keuangan atau kinerja yang berbeda-beda.
Dengan berbagai tekanan yang ada untuk memanipulasi fakta-fakta, auditor
yang berintegritas mampu bertahan dari berbagai tekanan tersebut sehingga
fakta-fakta tersaji seobyektif mungkin.
Auditor perlu mendokumentasikan setiap
pertimbangan-pertimbangan yang diambil dalam situasi penuh tekanan tersebut.
Obyektivitas
Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak
sehingga independensi profesinya dapat dipertahankan. Dalam mengambil keputusan
atau tindakan, ia tidak boleh bertindak atas dasar prasangka atau bias,
pertentangan kepentingan, atau pengaruh dari pihak lain.
Obyektivitas dipraktikkan ketika auditor mengambil
keputusan2 dalam kegiatan auditnya.
Auditor yang obyektif adalah auditor yang mengambil keputusan
berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun
tekanan dan pengaruh orang lain.
Obyektivitas auditor dapat terancam karena berbagai
hal. Situasisituasi tertentu dapat menghadapkan auditor pada tekanan yang
mengancam obyektivitasnya, seperti hubungan kekerabatan antara auditor dengan
pejabat yang diaudit. Obyektivitas auditor juga dapat terancam karena
tekanantekanan pihak-pihak tertentu, seperti ancaman secara fisik. Untuk itu,
auditor harus tetap menunjukkan sikap rasional dalam mengidentifikasi
situasi-situasi atau tekanan-tekanan yang dapat mengganggu obyektivitasnya.
Ketidakmampuan auditor dalam menegakkan satu atau
lebih prinsip-prinsip dasar dalam aturan etika karena keadaan atau hubungan
dengan pihak-pihak tertentu menunjukkan indikasi
adanya kekurangan obyektivitas.
Hubungan finansial dan non-finansial dapat mengganggu
kemampuan auditor dalam menjalankan prinsip obyektivitas. Misalnya, auditor
memegang jabatan komisaris bersama-sama dengan auditan pada suatu
perusahaan sedikit banyak akan mempengaruhi obyektivitas auditor
tersebut ketika mengaudit auditan.
Transaksi peminjaman dari auditan atau investasi
pada auditan dapat mendorong auditor menyajikan temuan audit yang berbeda
dengan keadaan sebenarnya, terutama bila temuan tersebut berpengaruh terhadap
keuangannya.
Kompetensi dan Kehati-hatian
Agar dapat memberikan layanan audit yang
berkualitas, auditor harus memiliki dan mempertahankan kompetensi dan
ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian
profesinya pada tingkat yang diperlukan
untuk memastikan bahwa instansi tempat ia bekerja atau auditan dapat
menerima manfaat dari layanan profesinya berdasarkan pengembangan praktik,
ketentuan, dan teknik-teknik yang terbaru.
Berdasarkan prinsip dasar ini, auditor hanya dapat
melakukan suatu audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau
menggunakan bantuan tenaga ahli yang kompeten untuk
melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan.
Berkenaan dengan kompetensi,
untuk dapat melakukan suatu penugasan audit, auditor harus dapat
memperoleh kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan yang relevan. Pendidikan
dan pelatihan ini dapat bersifat umum dengan standar tinggi yang diikuti dengan
pendidikan khusus, sertifikasi, serta pengalaman kerja. Kompetensi yang
diperoleh ini harus selalu dipertahankan dan
dikembangkan dengan terus-menerus mengikuti perkembangan
dalam profesi akuntansi, termasuk melalui penerbitan penerbitan nasional dan
internasional yang relevan dengan akuntansi, auditing, dan
keterampilan-keterampilan teknis lainnya.
Kerahasiaan
Auditor harus mampu menjaga
kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya dalam melakukan audit,
walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara terbuka dan
transparan.
Dalam prinsip kerahasiaan ini juga, auditor dilarang
untuk menggunakan informasi yang dimilikinya untuk kepentingan
pribadinya, misalnya
untuk memperoleh keuntungan finansial.
Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam
situasi-situasi berikut:
· Pengungkapan
yang diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti auditan dan instansi tempat
ia bekerja. Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor harus mempertimbangkan
kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja,
tetapi juga termasuk pihak-pihak lain yang mungkin terkena dampak dari
pengungkapan informasi ini.
· Pengungkapan
yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundangundangan, seperti tindak pidana
pencucian uang, tindakan KKN, dan tindakan melanggar hukum lainnya.
· Pengungkapan
untuk kepentingan masyarakat yang dilindungi dengan undang-undang.
Bila auditor memutuskan untuk mengungkapkan informasi
karena situasisituasi di atas, ada tiga
hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:
· Fakta-fakta
yang diungkapkan telah mendapat dukungan bukti yang kuat atau adanya
pertimbangan profesional penentuan jenis pengungkapan ketika fakta-fakta
tersebut tidak didukung dengan bukti yang kuat.
· Pihak-pihak yang menerima informasi adalah pihak yang
tepat dan memiliki
tanggung jawab untuk bertindak atas dasar informasi tersebut.
· Perlunya
nasihat hukum yang profesional atau konsultasi dengan organisasi yang tepat sebelum
melakukan pengungkapan informasi.
Ketepatan Bertindak
Auditor harus dapat bertindak konsisten dalam
mempertahankan reputasi profesi serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan
menahan diri dari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi
atau dirinya sebagai auditor profesional.
Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan
melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila auditor mengetahui ada auditor
lain melakukan tindakan yang tidak benar, maka auditor tersebut harus mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi masyarakat, profesi, lembaga
profesi, instansi tempat ia bekerja dan anggota
profesi lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak
benar tersebut.
Untuk itu, ia harus mengumpulkan bukti-bukti dari
tindakan yang tidak benar tersebut dan menuangkannya dalam suatu laporan yang
dibuat secara jujur dan dapat dipertahankan kebenarannya. Auditor kemudian
melaporkan kepada pihak yang berwenang atas tindakan yang tidak benar ini,
misalnya kepada atasan dari auditor yang melakukan tindakan yang tidak benar
tersebut atau kepada pihak yang berwajib apabila pelanggarannya menyangkut
tindak pidana.
Standar teknis dan professional
Auditor harus melakukan audit sesuai dengan standar
audit yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan.
Standar ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik
Indonesia.
Pada instansi-instansi audit publik, terdapat juga
standar audit yang mereka tetapkan dan berlaku bagi para auditornya, termasuk
aturan perilaku yang ditetapkan oleh instansi tempat ia bekerja.
Dalam
hal terdapat perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan aturan
profesi dengan standar audit dan aturan instansi, maka
permasalahannya dikembalikan kepada masing-masing lembaga penyusun standar
dan aturan tersebut.
BUKTI
AUDIT
Bukti audit
adalah informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan
apakah informasi yang diaudit telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Jenis Bukti Audit
Jenis bukti
audit adalah untuk memutuskan prosedur audit yang akan digunakan
dapat memilih dari ketujuh jenis bukti.
1.
Pengujian fisik (physical
examination)
a.
Inspeksi atau perhitungan yang dilakukan oleh auditor
atas aktiva yang berwujud (tangible asset).
b.
Pengujian fisik, yang secara langsung berarti
verifikasi atas aktiva yang benar-benar ada (tujuan keberadaan), dianggap
sebagai salah satu jenis bukti audit yang paling terpercaya dan berguna.
c.
Bukan merupakan bukti yang cukup untuk
memverifikasi bahwa aktiva yang ada memang dimiliki oleh klien (tujuan hak dan
kewajiban).
d.
Auditor tidak memiliki kualifikasi untuk menimbang
berbagai faktor kualitatif, seperti keusangan atau keaslian aktiva (tujuan
nilai terealisasi).
e.
Penilaian yang tepat bagi berbagai tujuan dalam penyajian
laporan keuangan umumnya tidak dapat ditentukan oleh pengujian fisik (tujuan
akurasi).
2.
Konfirmasi (confirmation)
a.
Penerimaan tanggapan tertulis maupun lisan dari pihak
ketiga yang independen yang memverifikasi keakuratan informasi sebagaimana yang
diminta oleh auditor.
b.
Permintaan ditujukan bagi klien, klien meminta pihak
ketiga yang independen memberikan tanggapannya secara langsung kepada auditor.
c.
SAS 67 (AU 330) :
· Konfirmasi Positif : Meminta penerima
untuk merespon dalam semua keadaan :
o
Meminta penerimanya untuk memberikan informasi
(formulir kosong
/ blank form).
o
Informasi dan permintaan responden untuk menunjukkan
apakah ia setuju dengan informasi itu (sering digunakan, namun kurang
diandalkan)
· Konfirmasi Negatif : Meminta
penerima untuk merespon hanya saat informasi tidak benar
(kurang kompeten daripada konfirmasi positif).
3.
Dokumentasi (documentation)
a.
Pengujian auditor atas berbagai dokumen dan catatan
klien untuk mendukung informasi yang tersaji atau seharusnya tersaji dalam
laporan keuangan.
· Dokumen internal : disiapkan dan
digunakan dalam organisasi klien, tidak pernah disampaikan kepada pihak diluar
organisasi (dalam pengendalian intern bukan merupakan bukti yang layak).
· Dokumen eksternal : dokumen yang
pernah berada dalam genggaman seseorang diluar organisasi yang mewakili pihak
klien dalam melakukan transaksi, tetapi dokumen tersebut saat ini berada di
tangan klien, dokumen ini berasal dari luar organisasi klien dan berakhir di
tangan klien (memiliki tingkat keterpercayaan/kompetensi yang lebih tinggi
dibanding dokumen internal).
· Digunakan sebagai alat pendukung pencatatan transaksi/nilai transaksi : Vouching (penelusuran).
· Dalam bentuk formulir elektronik : Electronic Data Interchange (EDI).
4.
Prosedur analitis (analytical
procedures)
a.
Menggunakan berbagai perbandingan dan hubungan untuk
menilai apakah saldo akun atau data lainnya
nampak wajar.
b.
Dibutuhkan selama fase perencanaan dan penyelesaian
atas semua audit.
c.
Tujuan :
· Memahami industri dan bisnis klien.
· Menilai kemampuan keberlanjutan bisnis entitas.
· Menunjukkan munculnya kemungkinan kesalahan penyajian dalam laporan
keuangan.
· Mengurangi ujian audit rinci.
5.
Wawancara kepada klien (inquiries
of the client)
Upaya untuk
memperoleh informasi baik secara lisan maupun tertulis dari klien sebagai tanggapannya
atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh auditor.
6.
Hitung uji (reperformance)
Melibatkan
pengujian kembali berbagai perhitungan dan transfer informasi yang dibuat oleh
klien pada suatu periode yang berada dalam periode audit pada sejumlah sampel
yang diambil auditor.
7.
Observasi (observation)
a.
Penggunaan panca indera untuk menilai aktivitas
tertentu.
b.
Bukti audit ini jarang dipenuhi, karena terdapat suatu
resiko bahwa para karyawan klien yang terlibat dalam aktivitas itu telah
menyadari kehadiran sang auditor.
Keputusan Bukti Audit
Keputusan bukti
audit adalah keputusan untuk menentukan jenis dan jumlah bukti
audit.
1. Prosedur audit apakah yang akan digunakan.
Prosedur audit :
rincian instruksi untuk pengumpulan jenis bukti audit yang diperoleh pada saat
berlangsungnya proses audit.
2. Ukuran sampel sebesar apakah yang
akan dipilih untuk prosedur tertentu
Ukuran sampel
bagi setiap prosedur berbeda antara satu penugasan dengan penugasan audit
lainnya.
3.
Item manakah yang akan dipilih dari populasi.
Berdasarkan
ukuran sampel, ditentukan item dari populasi yang akan diuji.
4. Kapankah berbagai prosedur itu akan dilakukan.
Umumnya proses
audit dilaksanakan setelah beberapa minggu atau beberapa bulan setelah
berakhirnya suatu periode waktu.
Dipengaruhi oleh
kapan audit tersebut harus diselesaikan agar sesuai dengan kebutuhan klien
KERTAS
KERJA PEMERIKSAAN (AUDIT WORKING PAPERS) /
KKP
KKP adalah semua
berkas-berkas yang dikumpulkan oleh auditor dalam menjalankan pemeriksaan yang
berasal dari :
1.
Dari pihak klien.
2.
Dari analisa yang dibuat oleh auditor.
3.
Dari pihak ketiga
Tujuan
pembuatan kertas kerja :
1. Untuk
mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap pemeriksaan.
2. Untuk
mendukung pendapat akuntan atas LK yang diperiksanya.
3. Untuk
menguatkan kesimpulan akuntan dan kompetensi pemeriksaannya.
4. Untuk
pedoman dalam pemeriksaan berikutnya.
Faktor
– faktor pembuatan kertas kerja yang baik :
1.
Lengkap.
2.
Teliti.
3.
Ringkas.
4.
Jelas.
5.
Rapi.
Berkas
dari klien :
1. Neraca
saldo (Trial balance).
2. Rekonsiliasi
Bank (Bank Reconciliation).
3. Analisa
Umur Piutang (Account Receivable Aging
Schedule).
4. Rincian
Persediaan (Final Inventory List).
5. Rincian
Piutang.
6. Rincian
Beban Umum dan Administrasi.
7. Rincian
Beban Penjualan.
8. Surat
Pernyataan Langganan.
Analisa
yang dibuat oleh auditor :
1. Berita
acara kas opname (Cash count sheet).
2. Pemahaman
dan evaluasi internal control, termasuk ICQ.
3. Analisa
penarikan aktiva tetap.
4. Analisa
mengenai cukup tidaknya allowance for bad debts.
5. Working
profit loss (WPL).
6. Working
balance sheet (WBS).
7. Top
schedule.
8. Konsep
laporan audit.
9. Management
letter.
Berkas
dari pihak ketiga :
1.
Jawaban konfirmasi piutang.
2.
Jawaban konfirmasi utang.
3.
Jawaban konfirmasi dari bank.
4.
Jawaban konfirmasi dari penasehat hukum
perusahaan.
Kelompok
KKP :
1.
Current
File
(Berkas tahun berjalan).
2.
Permanent
File
(Berkas permanent).
3.
Corresponden
File
(Berkas surat menyurat)
Penyebab-Penyebab Risiko Informasi
Ketika kehidupan sosial menjadi semakin kompleks, kecenderungan bahwa para
pembuat keputusan menerima informasi yang tidak dapat dipercaya akan semakin
besar. Terdapat
beberapa alasan yang dapat menjadi penyebab terjadinya kondisi tersebut yaitu :
1. Jauhnya
sumber informasi
2. Bias dan
motif penyedia informasi.
3. Jumlah
data yang sangat besar.
4. Transaksi
pertukaran yang kompleks.
Pengurangan
Risiko Informasi
Bagi
perusahaan-perusahaan yang lebih besar, merupakan hal yang umum bila ia
mengucurkan sejumlah dana dalam usahanya menurunkan resiko informasi. Terdapat
tiga cara utama untuk melakukan hal tersebut :
1.
Pengguna informasi
menguji informasi yang diperolehnya.
2.
Pengguna informasi berbagi resiko
informasi dengan manajemen.
3.
Laporan keuangan yang diaudit telah
tersedia.
SUPPORTING SCHEDULE
Supporting
Schedule
adalah jenis KKP yang berfungsi untuk mendukung atau menjelaskan angka-angka
yang disajikan dalam Top Schedule
(saldo per-audit), sehingga antara Top
dan Supporting Schedule harus
dilakukan cross index. Bentuk dari Supporting Schedule sendiri dapat
berbagai macam biasanya setiap kantor akuntan sudah mempunyai bentuk dan
standar, yang intinya adalah menjelaskan Top
Schedule.
Sumber : Modul Praktikum Audit 1 Laboratorium Akuntansi Menengah Universitas Gunadarma
0 komentar:
Posting Komentar