UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA
Selasa, 06 Januari 2015

Catatan Audit "Teori Audit"


NAMA : SHINTYA PERMATASARI

KELAS : 3EB12

Teori Auditing



PENGERTIAN AUDITING

Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan - catatan pembukuan dan bukti - bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

PERBEDAAN AUDITING DENGAN ACCOUNTING

·      Accounting : Proses pencatatan transaksi dari mulai pembuatan jurnal, buku besar, sampai dengan disusunnya laporan keuangan.
·      Auditing : Proses pemeriksaaan yang dimulai dengan pemeriksaan laporan keuangan, buku besar, sampai dengan pemeriksaan bukti-bukti.


JENIS -  JENIS AUDIT

·      Ditinjau dari luasnya pemeriksaan :

a.    General audit (pemeriksaan umum) : Pemeriksaan yang dilakukan KAP independen dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

b.    Special audit (pemeriksaan khusus) : Pemeriksaan oleh KAP independen, dan pada akhir pemeriksaan auditor tidak perlu memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

·      Ditinjau dari jenis pemeriksaan :

a.    Management Audit (Operational Audit) : Suatu kegiatan pemeriksaan terhadap kegiatan operasi perusahaan.

b.    Compliance Audit (Pemeriksaan Ketaatan) : Menentukan kesesuaian dengan kondisi atau atauran tertentu.

c.    Internal Audit (Pemeriksaan Intern) : Mengevaluasi efektifitas perusahaan oleh auditor internal.

d.    Computer Audit : Pemeriksaan oleh KAP yang memproses data akuntansi dengan EDP system.

STANDAR AUDITING

Menurut Arens (2003 : 45) Standar auditing merupakan panduan umum bagi auditor dalam memenuhi tanggung jawab untuk melakukan audit atas laporan keuangan historis. Standar ini mencakup pula pertimbangan atas kualitas professional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan, pelaporan, serta bukti audit.

Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh IAI terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :

a.    Standar Umum

Standar umum bergubungan dengan kualifikasi atau seorang auditor kualitas pekerjaan auditor. Standar umum terdiri dari 3 standar yaitu:

1.    Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2.    Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental yang harus dipertahankan oleh auditor.

3.    Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib mengggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

b.   Standar Pekerjaan Lapangan

1.    Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

2.    Pemahaman memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3.    Bukti audit kompeten yang memadai harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan hasil audit.

c.    Standar Pelaporan

Standar pelaporan berhubungan dengan masalah pengkomunikasian hasil audit. Standar pelaporan terdiri dari 4 standar, yaitu :

1.    Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

2.    Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang di dalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya.

3.    Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.

4.    Laporan audit harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor dan jika ada tingkat tanggung jawab yang bersangkutan.

ETIKA PROFESI AUDITOR

Definisi Etika

Etika (praksis) diartikan  sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang mendasari perilaku manusia. Etos didefinisikan sebagai ciri-ciri dari suatu masyarakat atau budaya. Etos kerja,dimaksudkan sebagai ciri-ciri dari kerja, khususnya pribadi atau kelompok yang melaksanakan kerja, seperti disiplin, tanggung jawab, dedikasi, integritas, transparansi dsb.

Etika (umum) didefinisikan sebagai perangkat prinsip moral atau nilai. Dengan kata lain, etika merupakan ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma moral. Etika (luas) berarti keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya.Etika (sempit) berarti seperangkat nilai atau prinsip moral yang berfungsi sebagai panduan untuk berbuat, bertindak atau berperilaku. Karena berfungsi sebagai panduan, prinsip-prinsip moral tersebut juga berfungsi sebagai kriteria untuk menilai benar/salahnya perbuatan/perilaku.


Kode Etik

Pengertian Kode etik adalah nilai-nilai, norma-norma, atau kaidah-kaidah untuk mengatur perilaku moral dari suatu profesi melalui ketentuan-ketentuan tertulis yg harus dipenuhi dan ditaati setiap anggota profesi.

Isi Kode Etik

Karena kode etik merupakan wujud dari komitmen moral organisasi, maka kode etik harus berisi :
·      Mengenai apa yang boleh dan
·      apa yang tidak boleh dilakukan oleh anggota profesi,
·      apa yang harus didahulukan dan
·      apa yang boleh dikorbankan oleh profesi ketika menghadapi situasi konflik atau dilematis,
·      tujuan dan cita-cita luhur profesi, dan
·      bahkan sanksi yang akan dikenakan kepada anggota profesi yang melanggar kode etik.

Tujuan Utama Kode Etik

Terdapat dua tujuan utama dari kode etik.
·      Kode etik bertujuan melindungi kepentingan masyarakat dari kemungkinan kelalaian, kesalahan atau pelecehan, baik disengaja maupun tidak disengaja oleh anggota profesi.
·      Kode etik bermaksud melindungi keluhuran profesi dari perilaku perilaku menyimpang oleh anggota profesi.

Peranan Etika dalam Profesi Auditor

Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang tinggi. Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan  standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri.

Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit.

Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.

Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil keputusan-keputusan sulit. Jika auditor tunduk pada tekanan atau permintaan tersebut, maka telah terjadi pelanggaran terhadap komitmen pada prinsip-prinsip etika yang dianut oleh profesi.

Oleh karena itu, seorang auditor harus selalu memupuk dan menjaga kewaspadaannya agar tidak mudah takluk pada godaan dan tekanan yang membawanya ke dalam pelanggaran prinsip-prinsip etika secara umum dan etika profesi. etis yang tinggi; mampu mengenali situasi-situasi yang mengandung isu-isu etis sehingga memungkinkannya untuk mengambil keputusan atau tindakan yang tepat.

Pentingnya Nilai-Nilai Etika dalam Auditing

Beragam masalah etis berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan auditing. Banyak auditor menghadapi masalah serius karena mereka melakukan hal-hal kecil yang tak satu pun tampak mengandung kesalahan serius, namun ternyata hanya menumpuknya hingga menjadi suatu kesalahan yang besar dan merupakan pelanggaran serius terhadap kepercayaan yang diberikan.
Untuk itu pengetahuan akan tanda-tanda peringatan adanya masalah etika akan memberikan peluang untuk melindungi diri sendiri, dan pada saat yang sama, akan membangun suasana etis di lingkungan kerja.

Masalah-masalah etika yang dapat dijumpai oleh auditor yang meliputi permintaan atau tekanan untuk:
1.    Melaksanakan tugas yang bukan merupakan kompetensinya.
2.    Mengungkapkan informasi rahasia.
3.    Mengkompromikan integritasnya dengan melakukan pemalsuan, penggelapan, penyuapan dan sebagainya.
4.    Mendistorsi obyektivitas dengan menerbitkan laporan-laporan yang menyesatkan.

Kode Etik Akuntan Indonesia

Etika profesional bagi praktik akuntan di Indonesia ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan disebut dengan Kode Etik Akuntan Indonesia.

Dalam hubungan ini perlu diingat bahwa IAI adalah satu-atunya organisasi profesi akuntan di Indonesia. Anggota IAI meliputi auditor dalam berbagai jenisnya (auditor independen/publik, auditor intern dan auditor pemerintah), akuntan manajemen, dan akuntan pendidik. Oleh sebab itu, kode etik IAI berlaku bagi semua anggota IAI, tidak terbatas pada akuntan anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik.

Kode Etik Akuntan Indonesia mempunyai struktur seperti kode etik AICPA yang meliputi prinsip etika, aturan etika dan interpretasi aturan etika yang diikuti dengan tanya jawab dalam kaitannya dengan interpretasi aturan etika.

Prinsip-prinsip etika dalam Kode Etik IAI ada 8 (delapan), yaitu:
·      Tanggung Jawab.
·      Kepentingan Umum (Publik).
·      Integritas.
·      Obyektivitas.
·      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional.
·      Kerahasisaan.
·      Perilaku Profesional.
·      Standar Teknis.

Integritas

Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak hanya berupa kejujuran tetapi juga sifat dapat dipercaya, bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya.

Hal ini ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal ketika memberikan layanan profesional kepada instansi tempat auditor bekerja dan kepada auditannya.  Misalnya, auditor seringkali menghadapi situasi di mana terdapat berbagai alternatif penyajian informasi yang dapat menciptakan gambaran keuangan atau kinerja yang berbeda-beda.  Dengan berbagai tekanan yang ada untuk memanipulasi fakta-fakta, auditor yang berintegritas mampu bertahan dari berbagai tekanan tersebut sehingga fakta-fakta tersaji seobyektif mungkin.

Auditor perlu mendokumentasikan setiap pertimbangan-pertimbangan yang diambil dalam situasi penuh tekanan tersebut.

Obyektivitas 

                                                                                                     
Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi profesinya dapat dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan, ia tidak boleh bertindak atas dasar prasangka atau bias, pertentangan kepentingan, atau pengaruh dari pihak lain.

Obyektivitas dipraktikkan ketika auditor mengambil keputusan2 dalam kegiatan auditnya.  Auditor yang obyektif adalah auditor yang mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain.

Obyektivitas auditor dapat terancam karena berbagai hal. Situasisituasi tertentu dapat menghadapkan auditor pada tekanan yang mengancam obyektivitasnya, seperti hubungan kekerabatan antara auditor dengan pejabat yang diaudit. Obyektivitas auditor juga dapat terancam karena tekanantekanan pihak-pihak tertentu, seperti ancaman secara fisik. Untuk itu, auditor harus tetap menunjukkan sikap rasional dalam mengidentifikasi situasi-situasi atau tekanan-tekanan yang dapat mengganggu obyektivitasnya.

Ketidakmampuan auditor dalam menegakkan satu atau lebih prinsip-prinsip dasar dalam aturan etika karena keadaan atau hubungan dengan pihak-pihak tertentu menunjukkan indikasi adanya kekurangan obyektivitas.

Hubungan finansial dan non-finansial dapat mengganggu kemampuan auditor dalam menjalankan prinsip obyektivitas. Misalnya, auditor memegang jabatan komisaris bersama-sama dengan auditan pada suatu perusahaan sedikit banyak akan mempengaruhi obyektivitas auditor tersebut ketika mengaudit auditan.

Transaksi peminjaman dari auditan atau investasi pada auditan dapat mendorong auditor menyajikan temuan audit yang berbeda dengan keadaan sebenarnya, terutama bila temuan tersebut berpengaruh terhadap keuangannya.

Kompetensi dan Kehati-hatian

Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa instansi tempat ia bekerja atau auditan dapat menerima manfaat dari layanan profesinya berdasarkan pengembangan praktik, ketentuan, dan teknik-teknik yang terbaru.

Berdasarkan prinsip dasar ini, auditor hanya dapat melakukan suatu audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga ahli yang kompeten untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan.

Berkenaan dengan kompetensi, untuk dapat melakukan suatu penugasan audit, auditor harus dapat memperoleh kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan yang relevan. Pendidikan dan pelatihan ini dapat bersifat umum dengan standar tinggi yang diikuti dengan pendidikan khusus, sertifikasi, serta pengalaman kerja. Kompetensi yang diperoleh ini harus selalu dipertahankan dan dikembangkan dengan terus-menerus mengikuti perkembangan dalam profesi akuntansi, termasuk melalui penerbitan penerbitan nasional dan internasional yang relevan dengan akuntansi, auditing, dan keterampilan-keterampilan teknis lainnya.


Kerahasiaan

Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya dalam melakukan audit, walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara terbuka dan transparan.

Dalam prinsip kerahasiaan ini juga, auditor dilarang untuk menggunakan informasi yang dimilikinya untuk kepentingan pribadinya, misalnya untuk memperoleh keuntungan finansial.

Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:

·      Pengungkapan yang diijinkan oleh pihak yang berwenang, seperti auditan dan instansi tempat ia bekerja. Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor harus mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja, tetapi juga termasuk pihak-pihak lain yang mungkin terkena dampak dari pengungkapan informasi ini.

·      Pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundangundangan, seperti tindak pidana pencucian uang, tindakan KKN, dan tindakan melanggar hukum lainnya.

·      Pengungkapan untuk kepentingan masyarakat yang dilindungi dengan undang-undang.

Bila auditor memutuskan untuk mengungkapkan informasi karena situasisituasi  di atas, ada tiga hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:

·      Fakta-fakta yang diungkapkan telah mendapat dukungan bukti yang kuat atau adanya pertimbangan profesional penentuan jenis pengungkapan ketika fakta-fakta tersebut tidak didukung dengan bukti yang kuat.

·      Pihak-pihak yang menerima informasi adalah pihak yang tepat dan memiliki tanggung jawab untuk bertindak atas dasar informasi tersebut.

·      Perlunya nasihat hukum yang profesional atau konsultasi dengan organisasi yang tepat sebelum melakukan pengungkapan informasi.

Ketepatan Bertindak

Auditor harus dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan reputasi profesi serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai auditor profesional.

Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang tidak benar, maka auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi masyarakat, profesi, lembaga profesi, instansi tempat ia bekerja dan anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak benar tersebut.

Untuk itu, ia harus mengumpulkan bukti-bukti dari tindakan yang tidak benar tersebut dan menuangkannya dalam suatu laporan yang dibuat secara jujur dan dapat dipertahankan kebenarannya. Auditor kemudian melaporkan kepada pihak yang berwenang atas tindakan yang tidak benar ini, misalnya kepada atasan dari auditor yang melakukan tindakan yang tidak benar tersebut atau kepada pihak yang berwajib apabila pelanggarannya menyangkut tindak pidana.

Standar teknis dan professional

Auditor harus melakukan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia.

Pada instansi-instansi audit publik, terdapat juga standar audit yang mereka tetapkan dan berlaku bagi para auditornya, termasuk aturan perilaku yang ditetapkan oleh instansi tempat ia bekerja.

Dalam hal terdapat perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan aturan profesi dengan standar audit dan aturan instansi, maka permasalahannya dikembalikan kepada masing-masing lembaga penyusun standar dan aturan tersebut.   

BUKTI AUDIT

Bukti audit adalah informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Jenis Bukti Audit

Jenis bukti audit adalah untuk memutuskan prosedur audit yang akan digunakan dapat memilih dari ketujuh jenis bukti.

1.    Pengujian fisik (physical examination)
a.    Inspeksi atau perhitungan yang dilakukan oleh auditor atas aktiva yang berwujud (tangible asset).

b.    Pengujian fisik, yang secara langsung berarti verifikasi atas aktiva yang benar-benar ada (tujuan keberadaan), dianggap sebagai salah satu jenis bukti audit yang paling terpercaya dan berguna.


c.    Bukan merupakan bukti yang cukup untuk memverifikasi bahwa aktiva yang ada memang dimiliki oleh klien (tujuan hak dan kewajiban).

d.   Auditor tidak memiliki kualifikasi untuk menimbang berbagai faktor kualitatif, seperti keusangan atau keaslian aktiva (tujuan nilai terealisasi).

e.    Penilaian yang tepat bagi berbagai tujuan dalam penyajian laporan keuangan umumnya tidak dapat ditentukan oleh pengujian fisik (tujuan akurasi).

2.    Konfirmasi (confirmation)

a.    Penerimaan tanggapan tertulis maupun lisan dari pihak ketiga yang independen yang memverifikasi keakuratan informasi sebagaimana yang diminta oleh auditor.

b.    Permintaan ditujukan bagi klien, klien meminta pihak ketiga yang independen memberikan tanggapannya secara langsung kepada auditor.

c.    SAS 67 (AU 330) :

·      Konfirmasi Positif : Meminta penerima untuk merespon dalam semua keadaan :
o  Meminta penerimanya untuk memberikan informasi (formulir kosong / blank form).
o  Informasi dan permintaan responden untuk menunjukkan apakah ia setuju dengan informasi itu (sering digunakan, namun kurang diandalkan)
·      Konfirmasi Negatif : Meminta penerima untuk merespon hanya saat informasi tidak benar (kurang kompeten daripada konfirmasi positif).

3.    Dokumentasi (documentation)

a.    Pengujian auditor atas berbagai dokumen dan catatan klien untuk mendukung informasi yang tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan keuangan.

·      Dokumen internal : disiapkan dan digunakan dalam organisasi klien, tidak pernah disampaikan kepada pihak diluar organisasi (dalam pengendalian intern bukan merupakan bukti yang layak).

·      Dokumen eksternal : dokumen yang pernah berada dalam genggaman seseorang diluar organisasi yang mewakili pihak klien dalam melakukan transaksi, tetapi dokumen tersebut saat ini berada di tangan klien, dokumen ini berasal dari luar organisasi klien dan berakhir di tangan klien (memiliki tingkat keterpercayaan/kompetensi yang lebih tinggi dibanding dokumen internal).

·      Digunakan sebagai alat pendukung pencatatan transaksi/nilai transaksi : Vouching (penelusuran).

·      Dalam bentuk formulir elektronik  : Electronic Data Interchange (EDI).

4.    Prosedur analitis (analytical procedures)

a.    Menggunakan berbagai perbandingan dan hubungan untuk menilai apakah saldo akun atau data lainnya nampak wajar.

b.    Dibutuhkan selama fase perencanaan dan penyelesaian atas semua audit.

c.    Tujuan :
 
·      Memahami industri dan bisnis klien.
·      Menilai kemampuan keberlanjutan bisnis entitas.
·      Menunjukkan munculnya kemungkinan kesalahan penyajian dalam laporan keuangan.
·      Mengurangi ujian audit rinci.

5.    Wawancara kepada klien (inquiries of the client)

Upaya untuk memperoleh informasi baik secara lisan maupun tertulis dari klien sebagai tanggapannya atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh auditor.

6.    Hitung uji (reperformance)

Melibatkan pengujian kembali berbagai perhitungan dan transfer informasi yang dibuat oleh klien pada suatu periode yang berada dalam periode audit pada sejumlah sampel yang diambil auditor.

7.    Observasi (observation)

a.    Penggunaan panca indera untuk menilai aktivitas tertentu.

b.    Bukti audit ini jarang dipenuhi, karena terdapat suatu resiko bahwa para karyawan klien yang terlibat dalam aktivitas itu telah menyadari kehadiran sang auditor.

Keputusan Bukti Audit

Keputusan bukti audit adalah keputusan untuk menentukan jenis dan jumlah bukti audit.

1.    Prosedur audit apakah yang akan digunakan.

Prosedur audit : rincian instruksi untuk pengumpulan jenis bukti audit yang diperoleh pada saat berlangsungnya proses audit.

2.    Ukuran sampel sebesar  apakah yang akan dipilih untuk prosedur tertentu 

Ukuran sampel bagi setiap prosedur berbeda antara satu penugasan dengan penugasan audit lainnya.

3.    Item manakah yang akan dipilih dari populasi.

Berdasarkan ukuran sampel, ditentukan item dari populasi yang akan diuji.

4.    Kapankah berbagai prosedur itu akan dilakukan.

Umumnya proses audit dilaksanakan setelah beberapa minggu atau beberapa bulan setelah berakhirnya suatu periode waktu.

Dipengaruhi oleh kapan audit tersebut harus diselesaikan agar sesuai dengan kebutuhan klien



KERTAS KERJA PEMERIKSAAN (AUDIT WORKING PAPERS) / KKP

KKP adalah semua berkas-berkas yang dikumpulkan oleh auditor dalam menjalankan pemeriksaan yang berasal dari :

1.    Dari pihak klien.
2.    Dari analisa yang dibuat oleh auditor.
3.    Dari pihak ketiga

Tujuan pembuatan kertas kerja :

1.    Untuk mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap pemeriksaan.
2.    Untuk mendukung pendapat akuntan atas LK yang diperiksanya.
3.    Untuk menguatkan kesimpulan akuntan dan kompetensi pemeriksaannya.
4.    Untuk pedoman dalam pemeriksaan berikutnya.

Faktor – faktor pembuatan kertas kerja yang baik :

1.    Lengkap.
2.    Teliti.
3.    Ringkas.
4.    Jelas.
5.    Rapi.

Berkas dari klien :

1.    Neraca saldo (Trial balance).
2.    Rekonsiliasi Bank (Bank Reconciliation).
3.    Analisa Umur Piutang (Account Receivable Aging Schedule).
4.    Rincian Persediaan (Final Inventory List).
5.    Rincian Piutang.
6.    Rincian Beban Umum dan Administrasi.
7.    Rincian Beban Penjualan.
8.    Surat Pernyataan Langganan.

Analisa yang dibuat oleh auditor :

1.    Berita acara kas opname (Cash count sheet).
2.    Pemahaman dan evaluasi internal control, termasuk ICQ.
3.    Analisa penarikan aktiva tetap.
4.    Analisa mengenai cukup tidaknya allowance for bad debts.
5.    Working profit loss (WPL).
6.    Working balance sheet (WBS).
7.    Top schedule.
8.    Konsep laporan audit.
9.    Management letter.

Berkas dari pihak ketiga :

1.    Jawaban konfirmasi piutang.
2.    Jawaban konfirmasi utang.
3.    Jawaban konfirmasi dari bank.
4.    Jawaban konfirmasi dari penasehat hukum perusahaan.

Kelompok KKP :

1.    Current File (Berkas tahun berjalan).
2.    Permanent File (Berkas permanent).
3.    Corresponden File (Berkas surat menyurat)

Penyebab-Penyebab Risiko Informasi

Ketika kehidupan sosial menjadi semakin kompleks, kecenderungan bahwa para pembuat keputusan menerima informasi yang tidak dapat dipercaya akan semakin besar. Terdapat beberapa alasan yang dapat menjadi penyebab terjadinya kondisi tersebut yaitu :

1.    Jauhnya sumber informasi
2.    Bias dan motif penyedia informasi.
3.    Jumlah data yang sangat besar.
4.    Transaksi pertukaran yang kompleks.

Pengurangan Risiko Informasi

Bagi perusahaan-perusahaan yang lebih besar, merupakan hal yang umum bila ia mengucurkan sejumlah dana dalam usahanya menurunkan resiko informasi. Terdapat tiga cara utama untuk melakukan hal tersebut :

1.    Pengguna informasi menguji informasi yang diperolehnya.
2.    Pengguna informasi berbagi resiko informasi dengan manajemen.
3.    Laporan keuangan yang diaudit telah tersedia.


SUPPORTING  SCHEDULE

Supporting Schedule adalah jenis KKP yang berfungsi untuk mendukung atau menjelaskan angka-angka yang disajikan dalam Top Schedule (saldo per-audit), sehingga antara Top dan Supporting Schedule harus dilakukan cross index. Bentuk dari Supporting Schedule sendiri dapat berbagai macam biasanya setiap kantor akuntan sudah mempunyai bentuk dan standar, yang intinya adalah menjelaskan Top Schedule.

Sumber : Modul Praktikum  Audit 1 Laboratorium Akuntansi Menengah Universitas Gunadarma

0 komentar: